Materialisme Jepang
Saat terbaring sakit di rumah sakit aku bertanya pada Takashima-san, karyawan administrasi universitas. Dia yang mengantarkanku kesini. "Boleh aku bertanya hal pribadi?" Tentu saja kami berkomunikasi dalam bahasa Inggris."Sure" Jawabnya ramah, seolah menyukainya.
"Apa agamamu?" Reaksinya seolah ia tidak mengira akan ditanya tentang hal ini. Dalam penjelasannya Takashima tampak tidak begitu yakin bahwa "I'm a shintoist", ketika kutanya kenapa, dia menjelaskan bahwa keyakinan itu turun-temurun, sehingga menjadi tradisi, warisan, kebudayaan, identitas, namun dirinya sendiri belum mendeklarasikannya. Kadang-kadang dia juga pergi ke kuil Budha, sebagaimana orang Jepang pada umumnya, mereka mencampuradukkan agama dan ikut merayakan pernikahan di gereja, meski tidak mempraktikkan ajaran Kristen.
Adalah menarik saat dia menjelaskan tentang tabu, kalau ia menikah pada hari baik ia akan berdoa "Ya Tuhan, Engkau sungguh benar, aku sangat berterima kasih padaMu". Sedangkan bila ternyata pilihan harinya buruk, maka ia akan tetap menikah dan berdoa, "Ya Tuhan, kali ini Engkau salah, dan aku tidak akan percaya lagi padaMu."
Aku tertawa sampai menangis.
Tuhan dimarahi? gebleg banget Jepang ini.
Ya, buat orang-orang semacam itu. Tuhan, agam, dan semacamnya bukan sesuatu yang penting. Makanya wajar mereka, non-muslim, aneh liat orang Islam marah-marah waktu muncul karikatur Nabi SAW.
BalasHapusMereka sendiri tenang aja waktu Yesus diparodikan di film-film.