Melatih Berpikir Ala 小学
Beginilah Sekolah JepangBersama teman dari Brunei, saya mengunjungi sebuah SD di daerah Kato-shi, Jepang. Sebuah kota kecil 50 km dari Kobe, yang kalau ditanyakan ke orang Jepang sekalipun mereka tidak banyak yang tahu.
Jangan tanya caranya mereka menyapu! Baiklah, kalau memaksa, mereka tidak-membiarkan-debu meski dibalik lemari! Oke, mungkin saya berlebihan, tapi kalau melihat sendiri, pasti kita akan malu.
Bel Masuk
Suasana kelas saat pelajaran dimulai sangat ceria, dalam ruangan yang sangat luas Saya bisa melihat ke luar dari jendela tingkat dua yang besar di seluruh dinding, sehingga lapangan bermain sekolah bisa dinikmati dari sini. Meja guru yang berada di belakang kelas seolah membuat guru akan betah berada di sana daripada di ruang guru. Lebih jauh ke belakang, bermacam-macam prakarya siswa, sehingga saya juga mengira kelas itu sekaligus laboratorium IPA mereka.
Ueda-sensei memulai pelajaran Matematika hari itu dengan sebuah pertanyaan 6 x ロ = 24 (tepatnya saya tidak begitu paham karena -tentusaja- disajikan dalam 日本語 bahasa Jepang medok). Kemudian menempelkan tiga jawaban yang sudah disiapkannya dari rumah.
Pilihan Jawaban
- Soal A: 4 kantong, masing-masing di dalamnya dimasukkan 6 permen. Berapa jumlah
semua permennya?
- Soal B: Tiap anak membawa 6 permen. Ketika semuanya dikumpulkan, permennya berjumlah 24. Berapa anak yang berkumpul?
- Soal C: 6 anak membawa permen, yang waktu mereka menghitung jumlah permennya, semuanya 24, berapa permen masing-masing anak itu?
Ee... Anak perempuan itu berdiri, maju ke depan kelas, menerangkan jawabannya, membuat coretan-coretan di papan tulis menunjukkan poin argumentasinya. Saya ternganga. Anak lain berkacamata melawan argumentasi itu dengan menceritakan soal sambil menggambar 6 bulatan besar masing-masing diisi 4 bulatan kecil menunjukkan 6 anak dengan 4 permen. Apresiasi kelas yang cukup positif saya yakin sudah melejitkan kepercayaan diri pada penjawab-penjawab itu. Masih ternganga... anak SD-kah mereka? tanya saya retoris, tak dapat dipercaya!
Ketiga jawaban tersebut adalah benar. Sensei sedang mengeksplorasi pendekatan yang dipakai oleh siswa. Seolah terbangun dari tidur, saya membandingkan bahwa metode hafalan yang selama ini saya ajarkan sebenarnya sudah kuno:
Pendidikan kuno hanya mementingkan HASIL, Pendidikan Modern juga mementingkan PROSES.Hikmah buat Saya
Mungkin itu sebabnya di Indonesia kemampuan untuk menyampaikan pendapat sangat terbatas, dan toleransi menerima perbedaan pendapat juga tumpul. Keesokan harinya, saya memberi PR bagi murid bahasa Inggris saya, yang ditanyakan oleh orang tuanya, "Kenapa jawaban dalam PR ini benar semua?" Saya menjawab sambil berfilosofi untuk diri sendiri, "Bahasa adalah keahlian berkomunikasi, penting bagi anak untuk memilih ekspresi mana yang paling bisa mengungkapkan pendapat pribadinya. Benar dan salah itu nanti."
SUBHAANALLOOH...
BalasHapusya, seandainya di sekolah-sekolah di indonesia seperti itu... (semoga suatu saat nanti bisa terwujud. aamiin..)
btw, sistem seperti itu berlaku untuk semua sekolah di jepang atau khusus di sekolah itu saja?
izin saya share di blog saya ya, pak.
BalasHapusSepertinya itu standar sekolah di Jepang. Saya sebenarnya ingin menulis tentang "inquiry learning", kelamaan ditunda malah lupa. Jadi orang Jepang itu belajarnya sedikit, tetapi caranya dewasa.
BalasHapussaya juga ijin share utk di multiply sy... senang sharing artikel2 mengenai pend. anak
BalasHapusSilakan copy-paste, share sepuasnya. Tidak perlu ijin segala.
BalasHapus